xxx Profil

Profil: Kehidupan Keluarga KH Muhammad Abdul Muhith (3)

K.H Muhammad Abdul Muhith menikah pada usia 27 tahun, tepatnya pada tahun 1963. Beliau mempersunting Ny. Hj. Musta'inah, puteri dari pasangan suami isteri K.H Abdurrohman dan Ny. H. Muniroh Glagahombo. Ny. Musta'inah sendiri merupakan anak nomor 5. Saudara-saudara kandungnya berurut-urut yaitu: H. Ahmad Rifa'i, Ny. Hj. Barziyah, K.H Muhyiddin, H. Turmudzi, K.H Habibulloh, dan K.H Nurhadi.

Berselang sekitar 2 tahun setelah akad pernikahannya, kemudian berurut-urut lahir putera-putera sebanyak 6 orang, yang semuanya laki-laki. Mereka yaitu: K.H Ahmad Mamsyad, H. Ahmad Muntaqo, H. Ahmad Aziz Binuqo, Hibatul Mujib, Ahmad 'Asyjad, dan Ahmad Syafiq.

K.H Muhith mengasuh dan mendidik sendiri pada para putera-puteranya, dengan membekali ilmu-ilmu keagamaan. Beliau memprioritaskan pendidikan anak dengan menggemblengnya untuk selalu mengaji, agar piawai dalam ilmu-ilmu agama, "digembleng dhewe". Memang, hampir tidak ditemukan keterangan para puteranya pernah mondok atau nyantri di mana. Ya, hanya berguru pada abahnya. Orang lain yang ingin ikut mengaji, ya dipersilakan. Termasuk dari para santri.

Terkait dengan permasalahan nyantri di pesantren mana ini, K.H Muhith selalu menasehati para puteranya dengan merujuk pada pesan dari Simbah K.H Dalhar Watucongol: " Mondok iku ojo pindah-pindah. Pondok ngendi-endi intine podho wae. Guru iku ora minterke, sebab sing minterke iku Gusti Alloh swt. Aku ngaji kitab opo wae, kowe meluho. Iso ra iso pokoke melu..." Nampak dari pesan atau welingan Mbah Dalhar ini sangat menjunjung masalah konsistensi, konsentrasi, dan kedisiplinan dalam menuntut ilmu.

Kepiawaian K.H Muhith dalam mengkaji kitab-kitab terutama dalam hal hukum Islam, menjadikan beliau terkenal sebagai seorang Kiai dengan spesifikasi keilmuan di bidang Fiqh (pemahaman hukum Islam). Banyak forum-forum kajian baik secara harian di Pondok Pesantren al-Fitroh, mingguan, bulanan, lapanan, maupun yang sifatnya tahunan di berbagai tempat, diisi oleh beliau dengan bahasan kajian fiqh. Baru kemudian bidang kajian keilmuan lainnya, meski prioritasnya lebih menonjol di bidang fiqh.

Kemuliaan atau karamah yang beliau miliki lagi-lagi pada kekuatan, ketekunan, dan kecermatan beliau dalam muthola'ah. Sulit ditandingi oleh orang lain andai beradu 'betah' dalam hal muthola'ah ini, bahkan para puteranya sekalipun. Berikutnya hasil muthola'ah itu disampaikan pada setiap kesempatan kajian kitab kuning, baik di dalam maupun di luar pesantrennya. Bisa dikatakan, K.H Muhith adalah pembaca kitab kuning sampai akhir hayat.

K.H Muhith meninggal dunia pada usia 67 tahun, dengan sakit yang jadi lantaran atau yang diderita yaitu flek pada paru-parunya. Beliau wafat dengan masih mempunyai niatan sangat mulia, ingin mengantarkan seluruh anggota keluarga beliau, untuk berangkat ke tanah suci menunaikan ibadah haji. Namun, pada tanggal 24 Nopember 2004, K.H Muhammad Abdul Muhith dipanggil menghadap Alloh swt., meninggalkan wasiat kepada para puteranya, untuk terus berjuang menegakkan kalimatillah, mengembangkan ilmu agama, dan selalu berbuat kebaikan.***

Sumber: Wawancara dengan K.H Ahmad Mamsyad (putera pertama K.H Muhammad Abdul Muhith), di Pondok Pesantren al-Fitroh Jejeran Wonokromo Pleret Bantul, pada tanggal 12 September 2014.

Wawancara dengan Ny. Hj. Musta'inah (Isteri K.H M. Abdul Muhith), di PP al-Fitroh Jejeran, tanggsl 18 September 2014.