Dalam satu sesi kuliah di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII Yogyakarta yang saya ikuti beberapa tahun yang lalu (2011), mata kuliah Ulumul Qur'an yang disampaikan oleh Dr. Abdul Ghofur bin K.H Maimun Zubeir Sarang, beliau mengatakan: "Di tanah Jawa ini juga ada lembaga yang mengajarkan ilmu Qira'ah Sab'iyyah (ilmu cara baca al-Qur'an menurut 7 imam ilmu qira'at), berikut ustad atau kiai pengajarnya. Di awal dulu, kutub atau pusat pengajaran berada di Pesantren Krapyak, pengasuhnya K.H Munawwir. Kemudian dilanjutkan oleh trio tokoh yang merupakan putera dan menantu beliau, yaitu K.H.R Abdulloh Affandi, K.H.R Abdul Qodir, dan K.H Ali Ma'shum. Sepeninggal beliau bertiga, kutub itu pindah ke Kudus dan pengasuhnya K.H Arwani. Belakangan pusat kajian itu pindah ke Pesantren Krapyak lagi..."
Sayangnya, Gus Ghofur tidak menyebut siapa tokoh sentral kajian Qira'at Sab'iyyah di Pesantren Krapyak saat ini. Dugaan saya, tentulah kemudian banyak dzurriyah yang berasal dari muassis Pesantren Krapyak mempunyai kemampuan dan komitmen ilmu Qira'ah Sab'iyyah.
Ilmu Qira'at Sab'iyyah, adalah cabang dari ilmu-ilmu al-Qur'an (yang jumlahnya tidak kurang dari 28 cabang) tentang cara baca al-Qur'an 'ala rasm 'Usmani, dan merujuk kepada 7 imam besar ilmu qira'at. Ketujuh Imam itu yaitu: Imam Isa Ibnu 'Amr di Bashrah, Imam Nafi' bin 'Abdurrohman di Madinah, Imam 'Asim bin Abun Najud di Kufah, Imam Hamzah di Kufah, Imam al-Kisa'i di Kufah, Imam 'Abdulloh bin 'Amir di Syam, dan Imam 'Abdulloh bin Kasir di Makkah. Kesemua para imam itu hidup pada jaman Tabi'in. Kemudian masing-masing mempunyai mata rantai riwayat pembacaan hingga era kekinian. Sedang ilmu itu bisa dipelajari di Pesantren Krapyak. Adapun cara baca al-Qur'an yang umum dipakai oleh kita, merujuk kepada Imam Hafsh yang merupakan murid dari Imam 'Ashim bin Abun Najud, Kufah.
Pengajaran ilmu Qira'ah Sab'iyyah yang dilakukan oleh K.H.R Abdul Qodir Munawir ketika beliau nasih sugeng dulu, dilakukan untuk hari-hari biasa pada pukul 21.00. Pada hari-hari bulan Ramadhan dilakukan pada sela-sela menerima storan hafalan al-Qur'an dari para santri setelah dhuhur dan tarawih.
Ny. Hj. Munawwaroh, yang lahir pada tahun 1957, dari ayah K.H.R Abdul Qodir Munawwir, dan Ibu Ny. Hj. Salimah Nawawi Jejeran, tentulah mempunyai potensi dan kapasitas tentang ilmu Qira'at Sab'iyyah. Meskipun, beliau tidak begitu mengetahui sepak terjang pengajaran ilmu itu yang dilakukan abah beliau. Kenapa? Karena abah beliau sedo pada tahun 1961, ketika beliau masih berusia 4 tahun. Namun, sosok beliau Ny. Hj. Munawwaroh sudah jelas kita tahu semua, adalah ahli al-Qur'an atau istilahnya Hamlatul Qur'an. Beliau juga Hafidhotul Qur'an. Ibarat kata, seluruh kehidupan beliau didedikasikan untuk al-Qur'an.
Ny. Hj. Munawwaroh merupakan puteri nomor 3 dari K.H.R Abdul Qodir Munawir. Nenek beliau (isteri K.H Munawwir) adalah seorang keturunan Keraton Yogyakarta. Seluruh puteranya berjumlah 8, namun yang tiga meninggal dunia ketika masih kecil. Mereka para putera yaitu: Fatimah, Nur Jihan, Nur Widodo, Hj. Umi Salamah, K.H.R Muhammad Najib, Hj. Munawwaroh, K.H.R Abdul Hamid, dan K.H.R Abdul Hafidz.
Ny. Hj. Munawwaroh menikah dengan K.H Nurhadi Glagahombo, putera ketujuh dari K.H Abdurrohman dan Hj. Muniroh. Dari pernikahannya ini lahir 5 anak yang kesemuanya perempuan. Para srikandi dari Hj. Munawwaroh. Mereka yaitu: Ifadah (1981), Husna Nur 'Aini, Nila Nur Qodriyah, Robi'ah al-Adawiyah, dan Lalya Muyassaroh.
Seperti ibunya yang Hafidhotul Qur'an, maka para srikandi itu hampir semuanya juga mempunyai kemampuan serupa, hafal al-Qur'an.
(Bersambung)
by : H. Abu Hasan, S.Sy | dibaca 14067 kali
BACA LAINNYA :