"...Ibuku adalah sosok yang sederhana, sabar, penuh kasih sayang, penuh perhatian, hidup prihatin, tidak pernah aneh-aneh, apa adanya, selalu sayang dan mendo'akan anak-anaknya biar sukses, selalu melindungi anak-anaknya bila sedang dimarahi bapak...," demikian kata Nur Khamidah, puteri tertua dari Ibu Qomarul Munawwaroh, ketika saya meminta kesan tentang ibunya.
Qomarul Munawwaroh, lahir pada tanggal 31 Desember 1956 dari pasangan keluarga H. Ahmad Rifa'i dan Siti Badriyah. H. Ahmad Rifa'i sendiri merupakan putera tertua dari keluarga Hj. Muniroh dan K.H Abdurrohman, Glagahombo.
Beliau Ibu Qomarul, merupakan puteri tertua dari 4 bersaudara, putera-puteri dari H. Ahmad Rifa'i. Ketiga adiknya yaitu: Athoillah Hasan Basri, Yazid Albustomi, dan Misbakhul Munir.
Semasa kecil, beliau tidak terlalu banyak mengenyam pendidikan sekolah, hanya pernah ikut mengaji di Pesantren Ihya' 'Ulumuddin, Lodoyong Tempel, di bawah kepengasuhan K.H Ihya'. Beliau lebih mengalah untuk kepentingan pendidikan ketiga adiknya yang semuanya laki-laki. Sebagai puteri pertama (mbarep), beliau lebih banyak membantu pekerjaan orang tuanya, mecukupi semua kebutuhan, terutama pemenuhan kebutuhan perekonomian keluarga.
Di usianya yang 23 tahun, atau tahun 1978, beliau menikah dengan Misbakhul Munir, pemuda lajang kelahiran 18 Nopember 1959, dan asli dari Ciamis, Jawa Barat. Nama yang sama dengan adik bungsunya. Dari pernikahan ini lahir 4 anak, yaitu: Nur Khamidah, Miftahul Huda, Muhammad Edy Suryo, dan Khotimatus Sa'adah.
Hidup adalah perjuangan. Kata-kata ini sangat dirasakan oleh beliau. Di awal beliau membangun biduk rumah tangganya, ketika mempunyai anak pertama yaitu Nur Khamidah yang lahir pada tahun 1981, dan baru berusia 3 bulan, keluarga yang tinggal di Glagahombo itu ditinggal wafat H. Ahmad Rifa'i, ayah Ibu Qomarul. Sebagai anak tertua, beliau mengambil peran tanggung jawab keluarga, membantu ibunya. Tentu saja, konsentrasi menjadi terpecah antara mengurusi adik-adiknya, dengan putera-puterinya. Tidak sedikit beliau mengeluarkan pengorbanan, demi kesuksesan sekolah ketiga adiknya, dan untuk putra-puterinya sendiri. Di samping juga selalu memakai pertimbangan prioritas mana yang lebih membutuhkan.
"Dulu ketika saya kecil, kehidupan keluargaku amat memprihatinkan. Ketika sekolah SMP dan SMK itu, kalau mau membayar uang iuran sekolah, mesti harus membantu pekerjaan mengambili kelapa yang dipetik ayah dari pohon di sawah. Aku mengerjakannya sama adikku, Huda. Terkadang disuruh menunggu hasil penjualan panenan dari sawah, baru bisa membayar," lanjut cerita dari Nur Khamidah.
Memprihatinkan? Iya. Ketidakberdayaan memenuhi semua kebutuhan hidup, termasuk pendidikan itu memang sempat membuat perasaan seluruh anggota keluarga menjadi minder. Keluarga yang lain pada cukup berada, punya apa-apa. Sementara hampir semua anggota keluarga beliau merasa tidak punya apa-apa, ilmu pun tak menguasai. Perlahan-lahan timbul rasa tak ada yang mau peduli, meski hanya sekedar mengajak bicara. Sikap keluarga pun kalau ada perkembangan apa-apa, lebih banyak hanya menurut.
"Saya sangat sedih, mengingat betapa berat perjuangan ibu saya dalam menghadapi hidup. Hingga adik-adikku yang laki-laki mempunyai keinginan bila mencari isteri nanti, pingin yang mempunyai sikap, mental, dan perjuangan gigih seperti ibu..." lanjut cerita Nur Khamidah mengenai Ibu Qomarul.
Namun, hidup tidak selamanya adalah penderitaan. Berkat rasa prihatin, perjuangan, dan doa dari Ibu Qomarul bersama sang suami, kini kehidupan mulai membaik. Terlebih semenjak adik-adiknya membangun mahligai rumah tangga sendiri. Lalu diikuti oleh para puteranya, maka beban hidup itu mulai terasa ringan. Beliau bisa tersenyum, menyaksikan jerih payahnya dulu mulai menampakkan hasil. Adik-adik dan putra putrinya sudah membangun rumah tanga sendiri-sendiri dengan kondisi perekonomian tidak seburuk ketika beliau muda dulu. Dalam hati kecil berbisik.. "Terima kasih Tuhan, atas limpahan rahmat-Mu, rizki-Mu.. Cukuplah diriku yang merasakan pahit kehidupan, jangan sampai terjadi pada mereka. Mengetahui mereka bernasib lebih baik, sudah cukup memuaskan hati..."
Mudah-mudahan Alloh swt. memberi kelimpahan pahala kepada perempuan tangguh Ibu Qomarul Munawaroh, dan bisa menjadi teladan kepada kita semua, atas kegigihan perjuangan beliau dalam menghadapi hidup. Amiiiin.***
Sumber: Cerita dari Nur Khamidah (Puteri pertama Ny. Qomarul Munawaroh), dengan maksud penceritaan untuk mengambil hikmah hidup.
by : H. Abu Hasan, S.Sy | dibaca 39147 kali
BACA LAINNYA :